5 Sejarah masa lalu Tradisi Khitanan di Indonesia

Di Indonesia, khitanan tidak hanya menjadi pengarah spiritual tetapi juga tradisi budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Sebagai praktik yang harus dilakukan oleh seorang anak laki-laki Muslim, orang-orang di Indonesia tetap memegang dan mempertahankan adat itu secara efektif. Di bawah ini adalah 5 sejarah masa lalu dari tradisi khitanan di Indonesia yang juga diadakan hingga saat ini:

  1. Suku Aceh

Berawal dari ujung pulau Sumatera, suku Aceh sering memelihara upacara adat istiadat khitanan. Upacara ini dimaksudkan untuk menyambut bagian dewasa bocah itu dan berdoa untuk kesejahteraannya. Upacara ini juga bisa sebagai ritual untuk mengusir kemalangan dan berbagai masalah tidak sehat yang jauh dari bocah lelaki itu, yang merupakan campuran dari adat suku Aceh dan kepercayaan Islam.

Upacara khitanan di suku Aceh dimulai dengan duduak niniak mamak, dewan diskusi dialog untuk memutuskan waktu untuk melakukan khitanan dan berbagai masalah yang diinginkan. Kebiasaan khitanan kemudian melanjutkan ke sejumlah langkah seperti ba inai (mewarnai kuku anak laki-laki itu), basuntiang (upacara oleh tetua terhormat), mandi pucuak (mandi dan mengurangi rambut anak laki-laki), hingga khitanan itu sendiri. Setelah itu, bocah laki-laki itu mungkin dilindungi oleh si jantan yang lebih muda selama tiga hari, kemudian upacara itu bisa ditutup dengan memberikan tumpeng atau nasi tumpeng.

  1. Suku Sunda

Dalam suku Sunda, sejarah masa lalu adat khitanan cukup riang dan gembira karena banyak pertunjukan seni tradisional sebagai upacara. Upacara ini tidak semata-mata untuk menjaga sejarah masa lalu adat khitanan, tetapi juga melindungi adat budaya suku Sunda. Jadi tidak mengejutkan jika tidak hanya anak laki-laki yang dapat melakukan khitanan dan rumah tangganya yang mendebarkan tentang hal itu, tetapi juga orang-orang di sekitar lingkungan mereka yang dapat bersukacita secara kolektif.

Lebih awal dari khitanan, bocah itu mungkin diarak di kostum singa besar yang dikenal sebagai sisingaan di seluruh lingkungan. Beberapa dari mereka menggunakan kuda terpelajar yang dikenal sebagai kuda renggong untuk memarade anak itu lebih awal dari khitanan. Dalam parade, mereka dapat menyajikan beberapa atraksi dan karya seni matrial yang mirip dengan silat. Dan setelah khitanan, mungkin ada karya seni mengungkapkan bahwa dimaksudkan untuk bocah itu mengabaikan rasa sakit dari kursus khitanannya.

  1. Suku Betawi

Suku Betawi memadukan segi tradisi konvensional dan segi spiritual dari adat khitanan mereka. Sangat lama di masa lalu, ibu dan ayah akan berbicara tentang kebiasaan khitanan dengan para tetua, penduduk di sekitar rumah mereka, selama bocah itu sendiri. Bocah yang akan melakukan khitanan sering dalam 7 tahun kedaluwarsa dan sudah menyelesaikan Al-Qur’an, kitab suci Islam, sedang belajar.

Mungkin anda tertarik : Pakaian Adat Betawi di Situs guratgarut

Sebanding dengan kebiasaan khitanan dalam suku Sunda, bocah lelaki suku Betawi juga dapat diarak dalam upacara tersebut. Anak laki-laki itu akan mengenakan pakaian konvensional yang terlalu besar untuknya, dan dikenal sebagai pengantin pria khitanan atau dalam Bahasa Indonesia adalah pengantin sunat. Bocah itu mungkin diarak di atas kuda melintasi desa atau lingkungan, dan diiringi oleh musik tradisional mirip dengan tanjidor.

  1. Suku Tengger

Yang berikutnya dalam setiap 5 sejarah masa lalu tradisi khitanan di Indonesia adalah adat khitanan di suku Tengger, Bromo, Jawa Timur. Biasanya lebih awal dari upacara khitanan, anak lelaki itu akan pergi ke makam leluhurnya karena tipe yang meminta izin. Kemudian di hari khitanan, bocah lelaki itu mungkin dimandikan dan didoakan oleh dukun desa agar metodenya berjalan efektif.

Faktor khas dari kebiasaan khitanan dalam suku Tengger adalah mengurangi sisir roaster pada waktu yang sama dengan proses khitanan itu sendiri. Ritual ini diyakini untuk manuver rasa sakit anak laki-laki ke sang pemanggang agar anak laki-laki itu benar-benar merasa sakit dalam perjalanan khitanannya. Setelah itu, mereka dapat melakukan upacara sekali lagi sebagai akibat di suku Tengger ada dua upacara adat khitanan. Upacara setelah dikenal sebagai upacara piringan, yang melayani 7 piring berisi nasi, roaster, kain mori, uang tunai, pisang, kelapa, dan gula.

  1. Suku Bugis

Masa lalu sejarah terakhir dari adat khitanan di Indonesia berasal dari suku Bugis, suku dari Sulawesi; tepatnya di Makassar. Sedikit berbeda dari kebiasaan yang dibicarakan di atas, suku Bugis melakukan dua jenis upacara karena adat khitanan. Mereka melakukan upacara khitanan untuk anak laki-laki yang dikenal sebagai massunna, selain itu upacara khitanan untuk wanita yang dikenal sebagai makkatte ‘. Namun untuk kursus khitanan itu sendiri, masing-masing untuk anak perempuan dan laki-laki, suku Bugis dikenal sebagai appassunna,

Upacara adat khitanan dalam suku Bugis dimaksudkan untuk memurnikan anak-anak yang dapat melakukan kursus khitanan atau appasunna. Di daerah ini, mereka juga melakukan ritual seperti memandikan anak-anak dengan air sumur suci. Dan setelah appasunna itu sendiri, suku Bugis akan mempertahankan beberapa perayaan dan menyajikan makanan standar yang berasal dari daerah mereka.

Ini adalah 5 sejarah masa lalu dari adat khitanan di Indonesia yang harus Anda ketahui. Semoga data ini bermanfaat!